Senin, 15 Juni 2015

cerpen (mona andriani)



Gadis Sejuta Rahasia
Sudah seharian dia berada dalam kamar, tidak makan, tidak mandi, tidak menghirup udara mulai dari pagi sampai terbenamnya matahari. Entah apa yang ia lakukan di dalam kamar itu. Bahkan orang seisi rumah tidak berani untuk masuk dan menanyakkan. Entah memang mereka peduli ataupun tidak dengan Si Yani.
Yani yang memang punya kebiasaan tidak keluar kamar ketika akan menghadapi ujian sudah terlihat biasa di rumah itu. Tapi tidak satu pun yang peduli dengannya karena tidak ada yang kekamarnya dan mengajak ia makan ataupun menyuruhnya mandi. Dan hal itu sudah terbiasa oleh Yani, sikap cuek orang rumah memang terbiasa untuknya.
Yani terus belajar untuk ujian akhir besok, sesekali ia menghibur diri dengan memainkan hanphone android miliknya. Ia pun update status mengenai keadaannya saat itu. Segala aplikasi di handphonenya menjadi teman sekaligus ‘makanan’ untuknya karena disitulah ia merasa bahagia dan melupakan dunia nyata yang sekarang ia hadapi.
Ketidaknyamanan di rumah membuatnya melakukan segala hal untuk tidak berada di rumah. Mencari kesibukkan di luar rumah memang hobinya bahkan ia suka menyibukkan diri dengan hal yang tidak ada hubungan apapun dengannya. Yani sosok gadis tegar tetapi mempunyai banyak rahasia di dalamnya bahkan orang tuanya sendiri pun tidak tahu akan rahasia itu. Teman dekatnya pun tidak pernah pernah tahu bagaimana Yani itu sebenarnya.
Yani terkadang terlihat baik hati, terkadang terlihat bajingan, kurang ajar, terkadang terlihat seperti anak baik-baik, malah terkadang terlihat seperti wanita jalang. Ia bisa menjadi itu semua sesuai dengan siapa ia bergaul dan di mana ia berada. Banyak yang bilang ia munafik tetapi yang menjalani dirinya sendiri, selagi orang nyaman berada dengannya. Ia tak pernah gusar untuk menjadi orang lain.
“Baru mau pergi? Itu ada kue di atas meja, makanlah!” Tante Yani menegur pagi setelah Yani tidak pernah keluar kamar. Mungkin dia merasa Yani tidak makan dari semalam apakah anak ini tidak lapar? Dalam benaknya.
“Iya” jawab Yani singkat. Ia mengambil sepotong kue dan pergi ke kampus.
Sesampai di kampus
            “Yan, kamu beneran tidak mandi dan tidak ada makan dari semalam? Aku lihat di status twitter mu” tanya Wati teman sekelas Yani
            “Iya” jawab Yani sambil tersenyum.
Singkat, padat dan jelas itu jawaban Yani kepada orang-orang yang menanyakan hal-hal yang tidak penting menurutnya. Yani sosok gadis yang pandai memberi saran jika temannya dalam kesusahan dan bercerita dengannya. Hampir rata-rata teman dekatnya bercerita hal pribadi dengan Yani tapi Yani jarang menceritakan hal pribadi apapun dengan siapapun bahkan teman dekatnya ia belum terlalu mau banyak bercerita. Kecuali tentang lelaki yang hadir dalam hidupnya.
“Kamu mau kemana Yan hari ini?” tanya Lia kepada Yani
“Belum tau, kenapa?”
“Kita pergi karoke yuk, kan sudah selesai ujiannya” ajak Lia sambil tersenyum
“siapa aja?”
“Baru kita berdua aja sih. Mau gak?”
“Boleh lah”
Ada sekitar tujuh orang yang ikut karoke atas ajakan Lia. Ini merupakan pelepas penat setelah dua minggu ujian akhir. Dan sebentar lagi teman-teman yang merantau akan kembali ke kampung halaman masing-masing karena libur semester termasuk Yani yang besok akan pulang ke kampung halamannya.
“Pukul berapa besok kamu pulang Yan?” tanya Tante Yani
“Pagi, sekitar pukul 10”
“oh, berapa lama disana?”
“gak tau juga, sebulan mungkin”
“Lama juga ya, ngapain kamu di kampung lama-lama?”
“Kalau ada kerjaan, Yani kerja”
“hmm. Iya lah”
Yani pergi ke kamarnya setelah ia mencuci piring. Dan mulai membereskan baju-bajunya untuk pulang kampung besok. Inilah yang paling ia nanti ketika akhir semester. Pulang ke kampung halaman. Karena baginya disitu ia menjadi dirinya sendiri dan merasa nyaman dengan kampung halaman yang telah membesarkannya. Walaupun tidak mudah baginya untuk sampai di rumah, ia tidak pernah merasa terbebani karena rasa bahagia telah menutupi rasa letihnya selama perjalanan ke rumah di kampung halamannya.
Kebahagiaan yang hanya bisa ia rasakan sendiri, mungkin orang lain juga tahu tapi hanya sekedar tahu tidak mengilhami betul akan kebahagiaannya. Tanpa pasangan ia sudah merasa bahagia, karena ia mempunyai komitmen untuk tidak pacaran selama kuliah. Karena baginya pacara hanya buat waktu saja yang malah menambah dosa. Dan banyak teman-teman yang mnghibur, sudah cukup membuat ia merasa bahagia. Yani akan menunggu lelaki yang benar-benar serius dengannya dan baginya “seleksi alam” bagi lelaki yang datang dan pergi darinya, dan itu sudah biasa bagi Yani.
Semua yang teman-temannya tahu belum tentu apa itu yang benar-benar terjadi dengan Yani. Ia hanya bisa tersenyum ketika ada orang yang mengakui tahu segalanya tentang Yani. Karena apa yang ia ungkapkan terbatas, tidak semua hal ia ceritakan ke banyak orang. Dan tidak semua hal tentang hidup ini, harus orang lain tahu sekalipun itu orang terdekat. Hanya satu yang tahu tentang Yani, dan dia percaya untuk mencurahkan segalanya, yaitu pencipta-Nya, pencipta alam semesta. Hanya kepada-Nya ia berani mencurahkan segala apapun yang Yani rasa tanpa ada rasa takut apapun ragu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar