Senin, 30 Maret 2015

Seorang Anak yang Lupa dengan Jasa Ibunya

Ibu Teti Istirahat Sejenak Bersama Anaknya
Ibu Teti (50) seorang penjual koran di persimpangan lampu merah KM. 8. Setiap hari ia menjajakan koran mulai dari terbit matahari hingga terbenam matahari. Setelah sholat subuh, Ibu Teti mulai bergegas untuk berjualan koran. Ia masak terlebih dahulu untuk membawa bekal makan siang ibu dan anaknya saat menjual koran.

Anak Ibu Teti selalu membantu ibunya jualan koran di simpang lampu merah KM. 8, Ris (20) pemuda separuh baya ini selalu setia menemani ibunya, tanpa alas kaki ia melangkah di jalan aspal yang sangat panas di kala siang hari. Ris adalah anak yang berbakti dengan ibunya, ia tidak melanjutkan pendidikan karena ingin membantu ibunya bekerja. Ia hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 4 SD dan memutuskan untuk ikut ibunya merantau ke Tanjungpinang.
Ibu Teti berasal dari Kota Bogor, hidup seorang janda berat ia rasakan tanpa adanya penghasilan dan kepala rumah tangga bersamanya. Perceraian dengan sang suami membuatnya bertekad untuk meneruskan hidup bersama anaknya. Ia menceritakan segala hal yang telah dialaminya kepada sang adik. Adiknya menyarankan untuk merantau ke Tanjungpinang dan memulai hidup baru agar tak lagi teringat tentang mantan suaminya.
Setelah mempertimbangkan nasihat sang adik, akhirnya Bu Teti memutuskan untuk pergi ke Tanjungpinang dan membawa anaknya yang paling kecil, Ris yang pada saat itu masih duduk di bangku sekolah 4 SD.
Ibu memutuskan menemui anaknya di Jakarta untuk meminta uang ongkos ke Tanjungpinang. Tanpa rasa iba, anak perempuan yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara ini memberikan uang tanpa menanyakan kabar ibunya. Setelah 17 tahun tidak pernah bertemu, dan anaknya ibu telah memiliki anak pula, cucu dari Ibu Teti sudah ada lima. Anak yang ibu lahirkan ke dunia dengan mempertaruhkan segenap jiwa dan raga, penuh dengan kasih sayang merawatnya tetapi tidak pernah terpandang oleh anak sendiri. Begitu sakit hati yang ibu rasakan karena sampai sekarang tak pernah ada kabar apapun dari anaknya. Dari tahun 2010 ibu sudah berada di Tanjungpinang tetapi tak pernah sedikitpun anak ibu menanyakan kabar ibu dan adiknya.
Anak perempuan ibu Teti hanya bersamaanya sampai umur 1 tahun, kemudian dirawat oleh neneknya. Mantan suami ibu yang kasar kepada anaknya membuat neneknya iba dan ingin mengasuh anak pertama ibu Teti ini. Anak kedua ibu Teti diasuh oleh ibu tirinya karena ia dan suaminya telah resmi bercerai. Ini sesuai dengan hak asuh anak oleh pengadilan bahwa anak kedua diasuh oleh bapaknya dan ibu tirinya sedangkan anaknya yang ketiga diasuh oleh ibu Teti.
Anak kedua ibu tidak pernah lupa dengan jasa ibu kandungnya, ia kini bekerja di pabrik susu, Jakarta. Dan hanya ia yang masih menghubungi ibu sampai sekarang dan mengajak ibunya ke Surabaya pada Mei 2015 ini karena anak lelaki ibu akan segera menikah. Ibu Teti mengatakan bahwa jikalau kita baik dengan orang tua insyaallah semua akan menjadi berkat. Karena dunia ini berputar, apa yang telah dilakukan dengan orang tua akan dirasakan pula nantinya. Ia tak pernah mau mengingat anak perempuannya itu karena membuat ibu ingin menangis atas perlakuan anaknya kepada ibu. Cukup Tuhan yang membalas apa yang telah dilakukan anak perempuannya tersebut.
Ibu hanya hidup berdua dengan anak ketiganya, dengan menyewa sebuah kamar di KM 13 dengan pemabayaran Rp.130.000/bulan dari hasil penjualan koran perhari rata-rata Rp.40.000 cukup untuk menghidupi ibu dan anaknya. Setelah datang ke Tanjungpinang, ia awalnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga, karena kondisi fisiknya yang semakin hari semakin melemah membuatnya tidak ingin bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan memutuskan untuk berjualan koran.

Di saat hujan membasahi Kota Gurindam, penghasilan ibu berkurang begitu pula saat mati lampu karena tidak ada yang berhenti di lampu merah untuk membeli koran. Dengan hasil yang hanya cukup makan, ibu tidak pernah kembali ke kampung halaman sejak tahun 2010. Ia tak ingin menyusahkan anaknya dan ingin terus berjualan koran hingga akhir hayatnya. Ia tak ingin mencari kerja lain karena baginya berjualan koran sudah pekerjaan yang nyaman. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar