|
Ibu Teti (50) seorang
penjual koran di persimpangan lampu merah KM. 8. Setiap hari ia menjajakan
koran mulai dari terbit matahari hingga terbenam matahari. Setelah sholat
subuh, Ibu Teti mulai bergegas untuk berjualan koran. Ia masak terlebih dahulu
untuk membawa bekal makan siang ibu dan anaknya saat menjual koran.
Anak Ibu Teti selalu membantu ibunya jualan koran
di simpang lampu merah KM. 8, Ris (20) pemuda separuh baya ini selalu setia
menemani ibunya, tanpa alas kaki ia melangkah di jalan aspal yang sangat panas
di kala siang hari. Ris adalah anak yang berbakti dengan ibunya, ia tidak
melanjutkan pendidikan karena ingin membantu ibunya bekerja. Ia hanya mengenyam
pendidikan sampai kelas 4 SD dan memutuskan untuk ikut ibunya merantau ke
Tanjungpinang.
Ibu Teti berasal dari Kota Bogor, hidup seorang
janda berat ia rasakan tanpa adanya penghasilan dan kepala rumah tangga
bersamanya. Perceraian dengan sang suami membuatnya bertekad untuk meneruskan
hidup bersama anaknya. Ia menceritakan segala hal yang telah dialaminya kepada
sang adik. Adiknya menyarankan untuk merantau ke Tanjungpinang dan memulai
hidup baru agar tak lagi teringat tentang mantan suaminya.
Setelah mempertimbangkan nasihat sang adik,
akhirnya Bu Teti memutuskan untuk pergi ke Tanjungpinang dan membawa anaknya
yang paling kecil, Ris yang pada saat itu masih duduk di bangku sekolah 4 SD.
Ibu memutuskan menemui anaknya di Jakarta untuk
meminta uang ongkos ke Tanjungpinang. Tanpa rasa iba, anak perempuan yang
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara ini memberikan uang tanpa menanyakan
kabar ibunya. Setelah 17 tahun tidak pernah bertemu, dan anaknya ibu telah
memiliki anak pula, cucu dari Ibu Teti sudah ada lima. Anak yang ibu lahirkan
ke dunia dengan mempertaruhkan segenap jiwa dan raga, penuh dengan kasih sayang
merawatnya tetapi tidak pernah terpandang oleh anak sendiri. Begitu sakit hati
yang ibu rasakan karena sampai sekarang tak pernah ada kabar apapun dari
anaknya. Dari tahun 2010 ibu sudah berada di Tanjungpinang tetapi tak pernah
sedikitpun anak ibu menanyakan kabar ibu dan adiknya.
Anak perempuan ibu Teti hanya bersamaanya sampai
umur 1 tahun, kemudian dirawat oleh neneknya. Mantan suami ibu yang kasar
kepada anaknya membuat neneknya iba dan ingin mengasuh anak pertama ibu Teti
ini. Anak kedua ibu Teti diasuh oleh ibu tirinya karena ia dan suaminya telah
resmi bercerai. Ini sesuai dengan hak asuh anak oleh pengadilan bahwa anak
kedua diasuh oleh bapaknya dan ibu tirinya sedangkan anaknya yang ketiga diasuh
oleh ibu Teti.
Anak kedua ibu tidak pernah lupa dengan jasa ibu
kandungnya, ia kini bekerja di pabrik susu, Jakarta. Dan hanya ia yang masih
menghubungi ibu sampai sekarang dan mengajak ibunya ke Surabaya pada Mei 2015
ini karena anak lelaki ibu akan segera menikah. Ibu Teti mengatakan bahwa
jikalau kita baik dengan orang tua insyaallah semua akan menjadi berkat. Karena
dunia ini berputar, apa yang telah dilakukan dengan orang tua akan dirasakan
pula nantinya. Ia tak pernah mau mengingat anak perempuannya itu karena membuat
ibu ingin menangis atas perlakuan anaknya kepada ibu. Cukup Tuhan yang membalas
apa yang telah dilakukan anak perempuannya tersebut.
Ibu hanya hidup berdua dengan anak ketiganya,
dengan menyewa sebuah kamar di KM 13 dengan pemabayaran Rp.130.000/bulan dari
hasil penjualan koran perhari rata-rata Rp.40.000 cukup untuk menghidupi ibu
dan anaknya. Setelah datang ke Tanjungpinang, ia awalnya bekerja sebagai
pembantu rumah tangga, karena kondisi fisiknya yang semakin hari semakin
melemah membuatnya tidak ingin bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan memutuskan
untuk berjualan koran.
Di saat hujan membasahi Kota Gurindam, penghasilan
ibu berkurang begitu pula saat mati lampu karena tidak ada yang berhenti di
lampu merah untuk membeli koran. Dengan hasil yang hanya cukup makan, ibu tidak
pernah kembali ke kampung halaman sejak tahun 2010. Ia tak ingin menyusahkan
anaknya dan ingin terus berjualan koran hingga akhir hayatnya. Ia tak ingin
mencari kerja lain karena baginya berjualan koran sudah pekerjaan yang nyaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar